Pasti tidak asing lagi dengan kata Start Up yang lagi booming di Indonesia maupun di dunia. Start Up sendiri berasal dari bahasa Inggris yang artinya perusahaan rintisan. Merebaknya perstart-up an rupanya menarik industri kreatif korea untuk mengangkat tema start up dalam drama korea. Drama Start Up ini mulai tayang di Netflix pada tanggal 17 Oktober 2020 sampai dengan tanggal 6 Desember 2020 kemarin. Selain dunia perStart Up an yang booming, drama korea berjudul Start Up pun juga booming bahkan sampai memecah belah masyarakat menjadi 2 kubu serasa pemilihan presiden hehe.
Sejujurnya awal-awal tidak terlalu banyak yang membicarakan, tapi ditengah-tengah entah episode 7 or 8 nan aku merasa mulai banyak yang membicarakan drama ini. Awal-awal nonton tidak bereskpektasi apa-apa, karena alasan aku nonton drama ini tentu saja karena ingin melihat aktingnya Bae Suzy yang di drama dengan tema bisnis tersebut menjadi pemeran Seo Dal-mi, yang juga dalam drama-drama sebelumnya selalu keren aktingnya terutama dalam drama Vagabond. Anyway, selain itu entah kenapa aku juga suka nonton drama yang berbau bisnis padahal aku juga tidak sedang merintis usaha atau apapun hehe. Kena racun drama Itaewon Class yang juga mengangkat tema bisnis. Dua drama Itaewon Class dan juga Start Up menurutku 2 drama yang terbaik untuk tahun ini.
Langsung ke poin cerita dari drama yang viral selama 2 bulan ini. Drama Start Up sendiri diawali dengan cerita mengenai dua saudara kandung yaitu Seo Dal-mi dan juga Seo In-jae yang terpisah karena kedua orang tuanya bercerai. Seo Dal-mi ikut ayahnya dan Seo-Injae ikut ibunya. Seo Dal-mi tumbuh bersama ayahnya yang mau membangun bisnis, suatu saat ketika berhasil mendapatkan investor ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan. Sehingga ia hanya tinggal bersama neneknya, ia seorang yang pekerja keras sampai ia berhenti kuliah agar neneknya bisa jualan. Sementara Seo In-Jae yang mengubah namanya menjadi Won In-Jae, ia sukses karena koneksi ayah tirinya. Ketika dewasa Seo Dal-mi ingin membuktikan bahwa keputusan yang diambil saat kecil yang lebih memilih ikut ayahnya dibandingkan ibunya tidak salah dan ia buktikan dengan membuat bisnis. Sedangkan Won In-Jae yang sudah sukses karena koneksi ayahnya, ia dikhianati oleh ayahnya dan kakak tirinya yang kemudian ia memutuskan untuk merintis usahanya sendiri dan mengikuti pekan retas SANDBOX. Mau tau kelanjutan saingan bisnis antara Seo Dal-mi dan juga Won In-jae? Silahkan ditonton secara marathon.
Dalam drama serial Netflix ini yang dibintangi oleh aktor-aktor terkenal dan memiliki bakat akting yang keren, tidak hanya menceritakan kisah cinta segitiga antara Seo-dalmi dengan Nam Do-san dan Han Ji-pyeong, tetapi banyak hal yang didapatkan dari drama ini salah satunya tentang kepemimpinan perempuan. Kepemimpinan perempuan yang baik bisa kita lihat dari sosok Seo Dal-mi misalnya ketika Dalmi memecahkan persoalan pembagian saham, walaupun timnya nyaris terpecah. Dal-mi berhasil menyakinkan mereka sebagai pemimpin, ia mampu mengedepankan kepentingan bersama dari pada sekedar punya saham terbanyak seperti yang disarankan oleh mentor mereka. dan Dal-mi juga memperlihatkan bahwa dengan memiliki empati yang tinggi, ia berhasil membuat sebuah aplikasi untuk Tunanetra yang bernama Noongil. Selain itu, ada CEO dari In-Jae Company yaitu Won In-jae. Won Injae sangat tegas dan berwibawa, paham perhitungan, paham pasar, bijak dan memiliki kematangan emosional yang luar biasa. Dilain sisi dia juga sangat ambisius dan kompetitif.
Dua pemimpin perempuan dari drama bertajuk Start-Up tersebut, membuktikan bahwa perempuan juga mampu menjadi pemimpin dan bisa bekerja sama. Selama ini pemimpin perempuan seringkali mendapatkan stigma negatif, pemimpin perempuan dianggap lebih galak, moody an, dianggap tidak bisa diajak kerjasama, dianggap terlalu perfeksionis, cerewet, lebih emosional dan lain sebagainya. Adanya stigma-stigma tersebut mengakibatkan kesempatan bagi pekerja perempuan untuk menaiki tangga karier sampai posisi pemimpin lebih terbatas dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Sehingga kredibilitas pemimpin perempuan seringkali diragukan.
Saya pernah magang di Instansi Dinas Sosial, saya melihat kerap sekali pekerja perempuan jarang di apresiasi tapi malah perempuan sering kali dijadikan candaan seksis oleh pekerja laki-laki bahkan pekerja perempuan dilecehkan secara verbal. Selain itu, masih ada persoalan gaji pekerja perempuan yang lebih rendah dari pekerja laki-laki di banyak perusahaan untuk posisi dan kapasitas yang sama.
Banyak pemimpin perempuan yang mendobrak stigma seperti dalam kasus Covid-19 yang menyebar dan menimbulkan banyak dampak di seluruh dunia bahkan kenaikan angka yang terus naik dengan jumlah kematian yang cukup banyak terlebih di Indonesia sendiri. Untuk beberapa Negara selama pandemi ini malah proaktif dalam menekan kenaikan angka Covid dan melindungi warganya, dan Negara-negara tersebut dipimpin oleh seorang perempuan.
Ada perdana menteri Islandia Katrin Jakobsdottir memutuskan untuk menempuh pengujian skala besar. Meski penduduknya hanya 360.000 jiwa, Islandia tidak santai-santai. Kebijakan menghadapi Covid-19 seperti larangan berkumpul 20 orang atau lebih ditempuh pada akhir Januari, sebelum ada kasus positif pertama di negara tersebut. Kemudian di Taiwan, yang secara resmi merupakan bagian dari China, Presiden Tsai Ing-wen membentuk pusat pengendalian epidemi serta memerintahkan untuk melacak dan menghambat penyebaran virus. Taiwan juga meningkatkan produksi alat pelindung diri (APD), seperti masker wajah. Pada bulan April, Taiwan mencatat enam orang meninggal dunia di antara 24 juta jiwa penduduk.
Beralih ke Selandia Baru perdana menteri acinda Ardern mengambil salah satu kebijakan terketat di dunia dalam menghadapi Covid-19. Alih-alih “meratakan kurva” kasus-kasus positif sebagaimana dilakukan negara-negara lain, pendekatan Ardern adalah benar-benar menghentikan penyebaran. Seluruh penduduk Selandia Baru ditempatkan dalam karantina wilayah alias lockdown ketika korban jiwa mencapai enam orang. Sementara kanselir Jerman Angela Merkel yang dengan sigap menutup wilayahnya ketika kasus pertama COVID-19 dilaporkan di negara tersebut. Tak hanya itu, pemerintahan yang dijalankannya selalu proaktif dan transparan dalam penanganan pandemi.
Perempuan selalu dikonstruksikan memiliki nilai empati lebih tinggi dari pada laki-laki. Ternyata dalam hal kepemimpinan justru sangat membutuhkan empati, malah empati merupakan nilai kekuatan penting dalam kepemimpinan. Sebut saja perdana Menteri Islandia Katrin Jakobsdottir yang mengedepankan kesejahteraan sosial dari pada keuntungan semata. Dan masih banyak lagi para perempuan yang memiliki nilai kepemimpinan yang luar biasa. Tapi sayangnya banyak perempuan yang terbatas hanya karena ia perempuan sebab akibat dominasi maskulinitas dan budaya patriarki.