Start Up: Drama yang Menonjolkan Kepemimpinan Perempuan

Pasti tidak asing lagi dengan kata Start Up yang lagi booming di Indonesia maupun di dunia. Start Up sendiri berasal dari bahasa Inggris yang artinya perusahaan rintisan. Merebaknya perstart-up an rupanya menarik industri kreatif korea untuk mengangkat tema start up dalam drama korea. Drama Start Up ini mulai tayang di Netflix pada tanggal 17 Oktober 2020 sampai dengan tanggal 6 Desember 2020 kemarin. Selain dunia perStart Up an yang booming, drama korea berjudul Start Up pun juga booming bahkan sampai memecah belah masyarakat menjadi 2 kubu serasa pemilihan presiden hehe.

Sejujurnya awal-awal tidak terlalu banyak yang membicarakan, tapi ditengah-tengah entah episode 7 or 8 nan aku merasa mulai banyak yang membicarakan drama ini. Awal-awal nonton tidak bereskpektasi apa-apa, karena alasan aku nonton drama ini tentu saja karena ingin melihat aktingnya Bae Suzy yang di drama dengan tema bisnis tersebut menjadi pemeran Seo Dal-mi, yang juga dalam drama-drama sebelumnya selalu keren aktingnya terutama dalam drama Vagabond. Anyway, selain itu entah kenapa aku juga suka nonton drama yang berbau bisnis padahal aku juga tidak sedang merintis usaha atau apapun hehe. Kena racun drama Itaewon Class yang juga mengangkat tema bisnis. Dua drama Itaewon Class dan juga Start Up menurutku 2 drama yang terbaik untuk tahun ini.

Langsung ke poin cerita dari drama yang viral selama 2 bulan ini. Drama Start Up sendiri diawali dengan cerita mengenai dua saudara kandung yaitu Seo Dal-mi dan juga Seo In-jae yang terpisah karena kedua orang tuanya bercerai. Seo Dal-mi ikut ayahnya dan Seo-Injae ikut ibunya. Seo Dal-mi tumbuh bersama ayahnya yang mau membangun bisnis, suatu saat ketika berhasil mendapatkan investor ayahnya meninggal dunia karena kecelakaan. Sehingga ia hanya tinggal bersama neneknya, ia seorang yang pekerja keras sampai ia berhenti kuliah agar neneknya bisa jualan. Sementara Seo In-Jae yang mengubah namanya menjadi Won In-Jae, ia sukses karena koneksi ayah tirinya. Ketika dewasa Seo Dal-mi ingin membuktikan bahwa keputusan yang diambil saat kecil yang lebih memilih ikut ayahnya dibandingkan ibunya tidak salah dan ia buktikan dengan membuat bisnis. Sedangkan Won In-Jae yang sudah sukses karena koneksi ayahnya, ia dikhianati oleh ayahnya dan kakak tirinya yang kemudian ia memutuskan untuk merintis usahanya sendiri dan mengikuti pekan retas SANDBOX. Mau tau kelanjutan saingan bisnis antara Seo Dal-mi dan juga Won In-jae? Silahkan ditonton secara marathon.

Dalam drama serial Netflix ini yang dibintangi oleh aktor-aktor terkenal dan memiliki bakat akting yang keren, tidak hanya menceritakan kisah cinta segitiga antara Seo-dalmi dengan Nam Do-san dan Han Ji-pyeong, tetapi banyak hal yang didapatkan dari drama ini salah satunya tentang kepemimpinan perempuan. Kepemimpinan perempuan yang baik bisa kita lihat dari sosok Seo Dal-mi misalnya ketika Dalmi memecahkan persoalan pembagian saham, walaupun timnya nyaris terpecah. Dal-mi berhasil menyakinkan mereka sebagai pemimpin, ia mampu mengedepankan kepentingan bersama dari pada sekedar punya saham terbanyak seperti yang disarankan oleh mentor mereka. dan Dal-mi juga memperlihatkan bahwa dengan memiliki empati yang tinggi, ia berhasil membuat sebuah aplikasi untuk Tunanetra yang bernama Noongil. Selain itu, ada CEO dari In-Jae Company yaitu Won In-jae. Won Injae sangat tegas dan berwibawa, paham perhitungan, paham pasar, bijak dan memiliki kematangan emosional yang luar biasa. Dilain sisi dia juga sangat ambisius dan kompetitif.

Won In-Jae CEO In-Jae Company (Kang Han Na)
Seo Dal-Mi CEO Samsan Tech (Bae Suzy)http://@rifaskuukzky

Dua pemimpin perempuan dari drama bertajuk Start-Up tersebut, membuktikan bahwa perempuan juga mampu menjadi pemimpin dan bisa bekerja sama. Selama ini pemimpin perempuan seringkali mendapatkan stigma negatif, pemimpin perempuan dianggap lebih galak, moody an, dianggap tidak bisa diajak kerjasama, dianggap terlalu perfeksionis, cerewet, lebih emosional dan lain sebagainya. Adanya stigma-stigma tersebut mengakibatkan kesempatan bagi pekerja perempuan untuk menaiki tangga karier sampai posisi pemimpin lebih terbatas dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Sehingga kredibilitas pemimpin perempuan seringkali diragukan.

Saya pernah magang di Instansi Dinas Sosial, saya melihat kerap sekali pekerja perempuan jarang di apresiasi tapi malah perempuan sering kali dijadikan candaan seksis oleh pekerja laki-laki bahkan pekerja perempuan dilecehkan secara verbal. Selain itu, masih ada persoalan gaji pekerja perempuan yang lebih rendah dari pekerja laki-laki di banyak perusahaan untuk posisi dan kapasitas yang sama.

Banyak pemimpin perempuan yang mendobrak stigma seperti dalam kasus Covid-19 yang menyebar dan menimbulkan banyak dampak di seluruh dunia bahkan kenaikan angka yang terus naik dengan jumlah kematian yang cukup banyak terlebih di Indonesia sendiri. Untuk beberapa Negara selama pandemi ini malah proaktif dalam menekan kenaikan angka Covid dan melindungi warganya, dan Negara-negara tersebut dipimpin oleh seorang perempuan.

Ada perdana menteri Islandia Katrin Jakobsdottir memutuskan untuk menempuh pengujian skala besar. Meski penduduknya hanya 360.000 jiwa, Islandia tidak santai-santai. Kebijakan menghadapi Covid-19 seperti larangan berkumpul 20 orang atau lebih ditempuh pada akhir Januari, sebelum ada kasus positif pertama di negara tersebut. Kemudian di Taiwan, yang secara resmi merupakan bagian dari China, Presiden Tsai Ing-wen membentuk pusat pengendalian epidemi serta memerintahkan untuk melacak dan menghambat penyebaran virus. Taiwan juga meningkatkan produksi alat pelindung diri (APD), seperti masker wajah. Pada bulan April, Taiwan mencatat enam orang meninggal dunia di antara 24 juta jiwa penduduk.

Beralih ke Selandia Baru perdana menteri acinda Ardern mengambil salah satu kebijakan terketat di dunia dalam menghadapi Covid-19. Alih-alih “meratakan kurva” kasus-kasus positif sebagaimana dilakukan negara-negara lain, pendekatan Ardern adalah benar-benar menghentikan penyebaran. Seluruh penduduk Selandia Baru ditempatkan dalam karantina wilayah alias lockdown ketika korban jiwa mencapai enam orang. Sementara kanselir Jerman Angela Merkel yang dengan sigap menutup wilayahnya ketika kasus pertama COVID-19 dilaporkan di negara tersebut. Tak hanya itu, pemerintahan yang dijalankannya selalu proaktif dan transparan dalam penanganan pandemi.

Perempuan selalu dikonstruksikan memiliki nilai empati lebih tinggi dari pada laki-laki. Ternyata dalam hal kepemimpinan justru sangat membutuhkan empati, malah empati merupakan nilai kekuatan penting dalam kepemimpinan. Sebut saja perdana Menteri Islandia Katrin Jakobsdottir yang mengedepankan kesejahteraan sosial dari pada keuntungan semata. Dan masih banyak lagi para perempuan yang memiliki nilai kepemimpinan yang luar biasa. Tapi sayangnya banyak perempuan yang terbatas hanya karena ia perempuan sebab akibat dominasi maskulinitas dan budaya patriarki.

Setelah S1 Mau Ngapain Selanjutnya?

Mungkin beberapa kawan yang sudah melakukan sidang skripsi bingung setelah ini mau ngapain? Jangankan yang sudah sidang, akupun juga begitu lagi di fase bingung entar mau ngapain. Kalau menurut pattern hidup yang ada di masyarakat habis kuliah-kerja-nikah, entah aku nantinya mengikuti pattern itu apa tidak, masih abu-abu. Tapi aku sangat memiliki banyak keinginan, entah itu keinginan yang sementara atau keinginan yang harus diwujudkan. Disaat bingung-bingungnya kemarin-kemarin nih sering banget lihat status temen di media sosial ada yang update tentang kerjaannya, tentang bisnisnya, dan lain sebagainya. Sedangkan aku masih rebahan sambil melihat story mereka, sebagai manusia sifat alamiah itu sering muncul, iya insecure. Setelah melihat story mereka suka mikir dan ngebandingin sama diri sendiri, ketika mereka sudah mencapai sukses dengan definisi mereka, sedang aku masih belum. Suka lupa aja sih bahwa setiap masing-masing manusia punya proses yang berbeda-beda.

Dan aku juga terlalu mikirin fokus ke masa depan dari pada menikmati proses yang sekarang. Padahal belum tentu juga nanti aku bisa seperti sekarang rebahan, leha-leha, banyak belajar hal baru, sering nulis, belajar mengulang hal-hal yang belum dikuasai pada saat kuliah dulu dan tentunya masih bisa baca dan nonton serial drama hehe. Sekarang sih alhamdulillahnya sudah sadar dan lebih enjoy menikmati prosesku sekarang, lagi-lagi hidup kita tidak sama dengan hidup orang lain. Jangan terlalu mikirin hal yang masih abu-abu, punya target memang harus tapi jangan sampai lupa dengan yang sedang dijalani. Sebuah pesan dari diriku yang masih harus banyak belajar ini.

Oi ya, mengenai pertanyaan “setelah S1 mau ngapain selanjutnya? Sebenarnya aku punya keinginan untuk kerja, bukan mengikuti pattern yang ada di masyarakat. Tapi dari aku memang pengen kerja dan pengen juga nantinya punya bisnis. Intinya pengen dua-duanya karena kalau punya bisnis tentu harus punya modal dulu, kalau dapetin modal ya tentu bagi sebagian orang termasuk aku cari modalnya lewat kerja. Ngomong-ngomong soal bisnis, aku suka heran sih sama orang-orang yang udah punya bisnis tapi mereka ngatain orang yang kerja dengan sebutan “budak korporat”, istilah ini menurut Asilia Kamilia dalam artikel di magdalane.co yang berjudul “Jangan Sebut Kami Budak Korporat”, digunakan untuk mendefinisikan mereka yang bekerja dari hari Senin hingga Jum’at di sebuah perusahaan dan menjalani rutinitas pekerjaan yang cenderung statis. Biasanya orang menggunakan istilah ini karena menganggap budak korporat cuma disuruh-suruh atasan, dipaksa lembur, dan menerima gaji bulanan yang nyaris tidak sebanding dengan waktu dan energi yang didedikasikan. Beda halnya dengan mereka yang mempunyai bisnis.

Tidak hanya mereka yang bekerja di perusahaan, bekerja diluar perusahaan, pokok yang ikut orang juga sering dikatain “masih jaman aja ikut orang” dan lain sebagainnya. Kesannya orang yang kerja itu salah dan seakan-akan yang paling enak itu bisnis. Waktu itu ada temenku dia sekarang ikut bisnis kayak MLM tapi katanya sih bukan MLM kayak jual produk tertentu gitu, dia chat dan tanya selepas wisuda bakal sibuk apa? Ya aku jawab aja mau cari kerja sekalian cari modal buat usaha. terus dia bilang “jadi muslim memang harus punya usaha alias bisnis. Biar punya pengaruh. Pasti kamu tau kan, sabda Allah kalo 9 dari 10 rejeki dari perdagangan, gak jamannya lagi kerja ikut orang”, begitu katanya. Aku gak suka aja gitu dia bilang kayak gitu seakan-akan semua itu harus punya bisnis kayak dia, dia aja bisnis tapi masih ikut orang juga kan? Hm. Terus ya emang bisnis itu sangat dianjurkan, tapi setiap manusia itu punya pilihan masing-masing. Ada yang punya pilihan untuk kerja yang dia nyaman dan suka dengan pekerjaannya, dan ada juga yang menjalankan usaha karena ia suka. Menurutku tergantung masing-masing orang yang penting itu pilihannya, ia suka dan ia punya passion di bidangnya. Lalu dia jawab lagi seperti ini:

Emang dia pernah punya pengalaman kerja dan dapet gaji tapi belum bisa memenuhi tanggung jawabnya dan mencapai mimpi-mimpinya. Iya memang kalau punya tanggung jawab memenuhi kebutuhan pribadi maupun keluarga di bidang yang ia passion dan suka itu belum tentu bisa. Tapi menurutku selalu aja ada jalan jika kita berusaha meskipun jalannya kita kerja di bidang yang membuat kita nyaman tapi gajinya belum bisa memenuhi, kan bisa cari sampingan lain. Dari pada harus memaksakan buka usaha tapi dia gak ada passion dan ia juga tidak suka. Ya kembali lagi tergantung masing-masing orang. Kalau aku, aku akan kerja sesuai dengan passion tapi tidak memungkiri kalau nantinya kerja yang tidak sesuai dengan passion dan hanya lihat peluang sih, tapi aku gak akan berorientasi pada gaji. Ya emang tidak memungkiri bahwa urusan finansial itu harus tercukupi, tapi kalau kita berorientasinya pada gaji terus, hidup gak akan bahagia, ngerasa kurang terus dan gak cukup. Terus aku suka kagum juga sama orang-orang yang bekerja sebagai “pekerja sosial” dan bekerja di bidang sosial. Mereka gajinya sedikit dibandingkan dengan kerja di bidang lain, tapi mereka bisa membantu orang lain. Aku ingin kerja gak hanya untuk diriku sendiri tapi aku bisa membantu orang lain juga. Oi ya mengenai bisnis emang bisnis itu sunnah nabi, tapi kalau kalian yang gak ingin bisnis, kalian masih bisa mengikuti sunnah nabi yang lain.

Mengenai istilah “budak korporat” itu adalah sebuah stigma negatif, bisa saja orang yang dipanggil sebagai budak korporat tetapi mereka sebenarnya sangat enjoy dan passion dibidangnya seperti kataku tadi. Apa pantas kita masih menyebutnya budak? Kalaupun pilihan mereka mendedikasikan waktunya untuk kerja di perusahaan atau kerja di tempat lain, mengapa kita harus menghakimi? Bisa saja kita yang menghakimi terlalu malu untuk mengakui bahwa kita juga menjadi seseorang yang mengabdi terhadap suatu hal.

Berbicara apa yang harus dilakukan setelah lulus, ada pertanyaan juga dari dosen maupun dari temen “Kamu gak lanjut S2?”, pertanyaan tersebut masih menggantung di kepalaku. Waktu aku dulu semester 3 hinga semester 7 masih ada keinginan untuk S2, bahkan itu tertulis di daftar keinginanku yang aku tempel di dingding kamar kos. Entah masih bingung aja, itu bener-bener keinginanku apa aku ikutan orang lain? dan masih ada pertanyaan juga kalaupun aku ingin s2 itu aku bener-bener butuh s2 atau aku hanya ingin memperoleh gelar saja?. Disatu sisi aku seneng belajar tentang “Kajian Gender”, entah kenapa mata kuliah studi gender waktu aku semester 2 itu bener-bener nempel banget di otakku dan aku suka. Kalaupun nanti lanjut s2 pengen sekali lanjut di bidang kajian gender, walaupun memang gak sama jurusannya dengan S1 ku tapi masih berkesinambungan, kalau yang selaras dengan prodiku ya aku pengen S2 nya kesejahteraan sosial atau gak pekerjaan sosial.
Sebagai penutup aku ingin memberikan sebuah quote:

Apa yang menjadi pilihanmu tidak harus sama dengan pilihan orang lain. Begitu pula dengan pilihan orang lain tidak harus sama dengan apa yang menjadi pilihanmu. Jadi jangan mendikte orang lain untuk menjadi apa dan harus bagaimana sesuai dengan apa yang kamu inginkan.

Pasangan Hidup dan Segala Unek-unek Tentang Pernikahan

Sebenarnya aku tidak berniat untuk menuliskan mengenai tipe pasangan hidupku nanti. Tapi karena ada request dari dek Alif teman satu kosku di Jember, jadilah tulisan ini. Dia sudah lama request tentang tulisan mengenai tipe pasangan, baru hari ini bisa aku tulis karena kebetulan ada uneg-uneg yang pengen aku keluarkan tentang pernikahan, jadi sekalian membahas tipe pasangan hidupku. Aduh agak cringe gak sih kalau disebut pasangan hidup?

Seringkali aku ditanya oleh kawan-kawan tentang perihal tipe pasangan. Biasanya mereka bukan menyebut pasangan tapi suami? Agak lebih cringe lagi menurutku jadi aku ganti pasangan hidup. “Tipe idaman suami kamu nanti gimana?”. Entah perihal tersebut menjadi pembicaraan yang wajar diatas umur 20 tahun atau memang mewabahnya pernikahan muda mudi dikalangan umur 20 tahunan. Bahkan remaja dibawah umur 20 tahunan obrolannya sekarang bukan tentang cita-cita tapi tentang menikah muda dan jodoh. Aku tidak menolak menikah muda, tentunya itu pilihan masing-masing orang. Tapi mengapa harus dikampanyekan?

Menikah muda dikampanyekan seolah-olah menikah muda itu enak. Tidak diberi tahu dibelakangnya seperti apa. Apalagi dikampanyekan dengan mengunakan campaign “Lebih baik menikah dari pada zina”. Seolah-olah hanya ada dua pilihan menikah dan zina, padahal pilihan lain banyak untuk menghindari zina. Bisa melakukan kegiatan positif entah yang ikut organisasi, ikut kegiatan volunteering, kegiatan kemanusiaan, kerja, kuliah, bisnis yang lebih bermanfaat dari pada menikah tapi tidak siap mental dan menikah hanya karena campaign “lebih baik menikah dari pada zina”.

Aku setuju sih kata Gita Savitri seorang Youtuber yang mengatakan:

Dari pada zina lebih baik melakukan hal positif

Itu lebih positif. Ketimbang menikah hanya karena pengen menghindar dari zina. Menikah bukan persoalan menghindari zina saja tapi banyak hal lain setelah pernikahan itu. Misalnya saja kamu menikah tapi pada kenyataannya kamu gak siap pas punya anak, anaknya ditelantarkan, KDRT lah, belum lagi mengajari anak tentang ilmu entah ilmu agama atau umum dan banyak hal lainnya. Menikah perlu ilmu banyak sekali terlebih ketika pengen punya anak. Harus dipersiapkan betul sebelum pernikahan tentang edukasi tentang hubungan pernikahan dan parenting.

Kembali ke pertanyaan “Tipe suami idaman kamu seperti apa?”, eh jadi kayak yang viral kemarin-kemarin. Aduh diganti saja “tipe pasangan kamu seperti apa?”. Sebenarnya kalau ditanya perihal ini dulu sebelum grow up aku selalu jawab point penting yang harus jadi pasangan aku itu yang sholeh, yang agamanya baik, dan bisa mengubah diriku menjadi lebih baik. Cielah, klise bahas ginian haha. Begitupun dengan temanku yang hampir sama jawabannya dengan jawabanku. Rata-rata pengen yang sholeh. Setelah grow up jadi banyak pemikiran, sebenarnya yang sholeh itu yang kayak gimana sih? Apa yang sering sholat lima waktu? Apa yang sering shodaqoh tapi di upload di sosial media atau yang sering mengaji dan ikut kajian ini itu tapi sering di upload juga di sosial media? Dan lain sebagainya. Aku juga mikir apakah yang kita lihat itu entah lihat di media sosial atau kita lihat langsung dia rajin sholat, ngaji dan ini itu pasti dia baik?belum tentu, kita hanya lihat dari luarnya. Bisa jadi pengaplikasian yang lain tentang apa yang telah diajarkan oleh agama Islam tidak dijalankan. Terus kita ini siapa sih kok menilai orang lain baik agamanya, sholeh dilihat hanya karena dia rajin sholat, rajin ngaji dengan mengatakan bahwa ia sholeh, padahal yang dapat menilai tentang keislaman seseorang itu ya hanya Allah.

Banyak juga orang yang mengerti agama, orang yang rajin sholatnya dan rajin ibadah sunnahnya malah melakukan hal yang tidak baik dan tidak dianjurkan oleh agama. Seperti contoh dibawah ini:

Sumber: https://m.cnnindonesia.com/nasional/20200124091404-12-468230/modus-pencabulan-anak-kiai-di-jombang-ancam-dan-janji-nikahi
Lanjutkan membaca “Pasangan Hidup dan Segala Unek-unek Tentang Pernikahan”

Pertanyaan yang tidak perlu ditanyakan

Beberapa minggu yang lalu, aku resah mengenai pertanyaan-pertanyaan yang selalu aku dapatkan. Ya lagi-lagi pertanyaan mengenai “kapan”, mungkin diumurku yang sudah menginjak 22 tahun sudah sepantasnya ditanya kapan nikah kata orang. Tapi Alhamdulillah nya aku gak pernah ditanya tentang perihal itu. Ya yang aku alami akhir-akhir ini itu selalu ditanya tentang kuliah aku yang belum kelar kelar. Seharusnya sih kata orang-orang udah kelar dan udah wisuda, emang idealnya begitu. “Kapan sidang?”, “Kok belum sidang?”, “Kapan lulus?” dan lain sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan itu bukan hanya datang dari tetangga, tapi teman dan adik tingkatku juga sering tanya perihal itu. Memang awalnya aku gak resah ya ditanyai tentang sidang, tapi lama-kelamaan capek juga ditanya terus kapan sidang? Kok belum lulus ? dan lain sebagainya. Padahal dibalik itu semua kenapa lulus terlambat dan sampai hari ini belum sidang pasti ada alasan, dan orang yang kalian tanya bukan hanya aku pun tentang hal itu sebenarnya juga inginnya cepat sidang dan lulus tapi karena suatu hal mereka gak bisa tepat waktu untuk sidang. Bisa jadi karena ia harus merawat orang tuanya yang sakit, bisa jadi ia harus kerja, mungkin juga ia sakit, atau mereka yang kalian tanya seperti itu mungkin dia harus ngerawat anaknya bagi yang punya anak, atau bisa jadi ia gak sidang-sidang karena dosen pembimbingnya yang lambat respon dan apalagi pandemi ini penelitian harus ketunda beberapa bulan lalu sebelum akhirnya diberlakukan new normal dan banyak hal yang lainnya.

Seharusnya kita lebih peka kepada orang lain, dari pada kita tanya mengenai kapan sidang atau kapan nikah dan lain sebagainya yang terkesan kita kepo terhadap orang lain. Lebih baiknya jika beneran ingin tahu ya lihat saja media sosialnya, kan dari sana kita tahu oh dia belum update tentang kelulusan berarti dia belum sidang atau oh dia belum update tentang pernikahan berarti dia belum nikah. Udah stop disitu, kalian pasti akan tahu kok dan kalau dia teman kalian pasti dia akan ngasih tau. Karena bisa jadi jika kalian tanya mengenai kapan sidang? Kapan lulus? Kapan nikah? Kapan kerja? Kapan punya anak? Itu malah menyebabkan kondisi mental orang yang kalian tanya itu gak sehat dan bahkan jika mereka saat itu kondisinya lagi bingung, pusing ditambah pertanyaan kalian tersebut malah membuatnya tambah stress.

Dan satu hal lagi sih setiap masing-masing orang itu prosesnya beda-beda gak bisa digeneralisasikan, misalnya kamu nikah di usia muda bukan berarti semua orang itu harus nikah muda. Begitupun juga dengan lulus setiap orang punya prosesnya berbeda-beda, ada yang lulus tepat, ada yang molor itu tergantung individunya dan berbagai rintangan yang ia hadapi. Jadi jangan samakan prosesmu dengan proses lain, tentunya berbeda-beda dan perihal bekerja pun juga sama. Jadi jangan menjudge orang yang belum sama dengan posisimu.

Disclaimer kenapa aku belum sidang sampek hari ini karena banyak hal cobaan selama aku mengerjakan proses tugas akhir. Sebenarnya aku udah seminar proposal bulan oktober tahun lalu. Setelah itu bulan januari sampek bulan maret aku masih harus melakukan praktik pengalaman lapangan di Dinas Sosial Kota Wisata Batu, lalu selesai kan tanggal 10 Maret. Eh tiba-tiba kalau nggak salah tanggal 15 Maret itu udah ada pengumuman bahwa tidak boleh keluar kemana-kemana oleh bupati karena menyebarnya virus Covid-19 ini sehingga aku yang penelitiannya di Desa Curahnongko di Jember jadi gak bisa penelitian. Selain itu waktu revisian juga tertunda karena harus menjaga ibu yang sakit dan aku sempat sakit juga. Singkat cerita, aku penelitiannya bulan Juni akhir – juli. Sehingga baru selesai skripsi bulan Juli dan menunggu respon dosen juga begitu lambat dan masih revisian sampek hari ini. Doakan saja supaya cepat di acc. 😁

Bangun Pitulis (Personal Blog)

Ini adalah sebuah blog yang dikelola oleh mahasiswi tingkat akhir yang bernama Arini Zazky yang sedang belajar tentang isu gender dan perempuan yang mungkin nanti kegelisahannya terkait isu tersebut ditulis di blog ini . Karena blog ini adalah personal blog nantinya ia juga akan menulis tentang cerita kegelisahan yang ia alami serta mengulas buku serta film yang ia tonton.

Kenapa menulis blog, blog buatnya adalah sebuah media untuk belajar menulis, sebagai ranah mengenal lebih dalam tentang diri sendiri dan mencoba untuk konsisten. Sebenarnya ia sudah mempunyai blog yang dibuat pada tahun 2017 di blogspot. Alasannya pindah di wordpress ini sederhana ingin mencoba konsisten dan ia juga tertarik dengan berbagai tema dan foto gratis yang tersedia di wordpress yang tidak ia temukan di blogspot. Cukup sekian, terima kasih sudah berkunjung 😊.